
TOROSIAJE – “Ada bantuan operasional patroli dari desa. Ini sangat membantu kami kelompok sipakulong, dalam mengawasi praktek-praktek pelanggaran di laut,” kata Husain Onte, ketua kelompok sipakulong, Senin (1/12/2024).
Nelayan di Desa Torosiaje Laut, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo masih mendapati praktek penggunaan bahan peledak atau bom. Beberapa diantara terkena operasi tangkap tangan oleh pihak kepolisian.
Selain mengakibatkan kerusakan parah pada ekosistem terumbu karang, bahan peledak juga menyebabkan kematian biota laut secara masal, gangguan rantai makanan keanekaragaman hayati, serta penurunan populasi ikan dan gurita. Tentu hal ini juga berdampak pada ketahanan pangan dan pendapatan nelayan gurita (Octopus cyanea).
Husain Onte menjelaskan selama menjalankan praktek buka tutup area tangkap gurita, dirinya bersama 23 orang nelayan yang terdiri dari 18 orang laki-laki, dan 6 orang perempuan: dua orang diantaranya merupakan perempuan nelayan sementara sisanya merupakan enumerator yang bertugas mendata hasil tangkapan nelayan, mereka secara bergantian rutin melakukan patroli pagi hingga malam setiap hari ketika sedang dilakukan penutupan kawasan.
“Secara bergiliran, kami tidak pernah alpa melakukan patroli. Patroli dengan perahu pribadi, tapi tetap ada kendala juga, dibandingkan di darat harga bensin di sini lebih mahal,” tambah Husein.
Penutupan tahap 5 yang dilakukan sejak Oktober 2025 dan dijadwalkan akan dibuka kembali pada Januari 2026 dengan total keseluruhan seluas 308 Ha mencakup wilayah perairan Torosiaje Kecil, Torosiaje Besar, dan Lana Batu Besar atau Reef Batu Besar.
Berdasarkan keterangan Husain, dalam sekali patroli mereka lima liter bensin untuk perahu ketinting, dan 10 liter bensin untuk mesin motor tempel. Harga BBM pun bervariasi, Rp13 ribu untuk pertalite murni, dan Rp 16 yang sudah tercampur dengan oli.
“Tadi sudah ada penyerahan bantuan operasional dari desa yang sudah diserahkan kepada kami kelompok sipakulong. Nominalnya Rp 2 juta. Program ini berjalan kurang lebih sudah mau lima tahun, dan ini pertama kali kami dapat dukungan dana dari pemerintah desa. Sebelumnya, kami juga sudah mendesak kepada pemerintah desa pada pertengahan tahun 2025,” paparnya.
Bantuan dari desa seperti angin segar saat badai angin barat dan laut menghampiri mereka yang bermukim di atas permukaan air laut. Dana dari desa akan dipergunakan untuk operasional patroli anggota kelompok. Bukan hanya itu, selain memastikan tidak ada tindakan destructive fishing, mereka juga memantau tidak ada nelayan yang masuk menangkap gurita di dalam kawasan yang ditutup.
“Ini kan hanya sementara hanya tiga bulan kita tutup, setelah dibuka semua bisa mencari gurita,” tutup Husain.

Dukungan Pemerintah
Kepala Desa Torosiaje Laut, Uten Sairullah mengatakan, bantuan bagi kelompok nelayan di Desa Torosiaje bersumber dari Dana Pendapatan Asli Desa (PADes). Dirinya belum bisa memastikan apakah bantuan operasional ini akan terus disalurkan kedepanya.
“Ada tiga kelompok yang kami dukung lewat penyerahan dana operasional pengawasan, nominalnya satu kelompok Rp 2 juta. Salah satu kelompok sipakulong yang mendapatkan dana ini adalah kelompok sipakulong. Sumber anggaranya tidak dari APBD,” Kata Uten saat dikonfirmasi lewat telepon seluler, Senin (1/12/2025).
Uten menambahkan, ia belum dapat memastikan apakah tahun depan pemerintah desa kembali menyalurkan dana bagi kelompok-kelompok nelayan. Karena anggarannya bersumber dari pendapatan desa, ia perlu melihat terlebih dahulu anggaran PADes. Bantuan dana operasional ini diadakan sebab desakan nelayan pada rapat pembahasan perubahan anggaran beberapa waktu lalu.
“Saya belum bisa menjanjikan ini ada selalu, tetapi kami akan berupaya agar bantuan ini bisa ada dan setiap tahun. Untuk tahun depan, kami belum bisa mengambil kesimpulan sebab harus memperhatikan regulasi dari pusat dan daerah juga. Saya upayakan ini terakomodir di APBD untuk tahun depan,” timpalnya.
Selain itu, Uten juga melihat semenjak kelompok nelayan sipakulong terbentuk yang didampingi dan difasilitasi oleh Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) sejak tahun 2020 pendapatan ekonomi nelayan meningkat hingga 40 persen.
“Dulu sebelum ada NGO (Non-Governmental Organization) Japesda yang memperkenalkan program buka tutup area penangkapan gurita, pendapatan masyarakat masih bisa-biasa saja, tapi semenjak ada Japesda ada peningkatan yang signifikan. Gurita melimpah, ekonomi bertumbuh,” Jelasnya.
Ia berharap melalui program yang dijalankan Japesda, masyarakat Torosiaje Laut dapat semakin mandiri serta terus melanjutkan program perikanan gurita yang telah berjalan. Selain mendukung upaya konservasi, kegiatan ini diharapkan mampu memberikan manfaat nyata bagi perekonomian masyarakat.
“Kami akan terus mendukung program-program teman-teman japesda, dan juga mengupayakan dukungan lewat bantuan dana operasional pengawasan,” tutupnya.
Desa Torosiaje Laut, terletak di Teluk Tomini yang merupakan teluk terluas di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh empat orang mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Gorontalo atas nama Rohmila Mayang, Endang Sutiah, Nurfaika, Ramla Hartini Melo yang diterbitkan dalam jurnal penelitian tahun 2024, dengan judul: Kearifan Lokal Masyarakat Desa Torosiaje Terhadap Budidaya Perikanan menjelaskan bahwa, secara geografis desa ini terletak di perairan dangkal dengan kedalaman antara 0,5 hingga 2 meter, berdiri diatas permukaan air laut sekitar 600 meter dari garis pantai.
Kondisi geografis dan iklimnya menyebabkan suhu rata-rata mencapai sekitar 32°C. Luas total Desa Torosiaje Laut adalah 200 hektar atau setara dengan 2 kilometer persegi. Pemukiman penduduk menempati area seluas 20 hektar, dengan ketinggian sekitar 3 meter di atas permukaan laut.*

