
Oleh: Christopel Paino, Anggota Japesda Gorontalo
Suasana di depan Gedung DPRD Kabupaten Tojo Una-Una mendadak mencekam pada Selasa, 23 Desember 2025. Ratusan massa dari Aliansi Masyarakat Nelayan Pesisir Tojo Una-Una mengepung kantor wakil rakyat tersebut dalam aksi demonstrasi besar-besaran untuk menolak rencana survei seismik 3D eksplorasi minyak dan gas (migas) di Teluk Tomini.
Ketidakpuasan nelayan memuncak hingga terjadi perusakan fasilitas gedung sebagai bentuk protes atas ancaman nyata terhadap rompong (alat bantu tangkap) dan mata pencaharian mereka yang selama ini menjadi urat nadi ekonomi pesisir.
Rencana eksplorasi ini dijalankan oleh Badan Geologi Kementerian ESDM yang bekerja sama dengan perusahaan China Oilfield Services Limited (COSL) dan PT Huatong Services Indonesia. Dengan menggunakan armada Kapal Hai Yang Shi You 760, pemerintah berambisi mencari cadangan baru di Cekungan Gorontalo demi mengejar target produksi satu juta barel per hari.
Berdasarkan penelusuran, perusahaan China Oilfield Services Limited (COSL), adalah salah satu penyedia layanan ladang minyak terintegrasi terbesar di dunia, khususnya di sektor lepas pantai (offshore). COSL adalah perusahaan BUMN China yang juga berstatus perusahaan publik (dual-listed). Di Indonesia, mereka beroperasi melalui anak usahanya, PT COSL INDO, yang telah aktif sejak tahun 2005.
Layanan utama perusahaan ini menyediakan jasa penyemenan sumur (cementing), cairan pengeboran (drilling fluids), serta penyewaan rig dan kapal pendukung untuk berbagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di Indonesia. Klien mereka di Indonesia adalah Pertamina, Medco, Petronas, dan Badan Geologi ESDM; guna mendukung program pemerintah untuk menemukan cadangan migas baru dengan target produksi 1 juta barel minyak per hari.
Seperti halnya COSL, PT Huatong Services Indonesia merupakan anak perusahaan dari grup perusahaan asal China yang bergerak di sektor energi dan infrastruktur kabel. Induk perusahaan adalah Hebei Huatong Wires and Cables Group Co., Ltd. (berbasis di Tangshan, Tiongkok). Di Indonesia, perusahaan ini didirikan pada Agustus 2023 sebagai perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA). Di Indonesia, mereka sering berkolaborasi dengan mitra lokal dan global untuk operasional teknis.
Berdasarkan pengumuman resmi terbaru dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Mei 2025, PT Huatong Services Indonesia resmi ditetapkan sebagai pemenang lelang untuk Wilayah Kerja (WK) Air Komering, yang berlokasi di daratan (onshore) Sumatera Selatan dan Lampung.
Meskipun tidak bertindak sebagai operator atau pemilik blok di Teluk Tomini, Huatong Services Indonesia memiliki spesialisasi di bidang survei seismik (geofisika). Jika merujuk pada informasi Badan Geologi ESDM, ada kemungkinan perusahaan ini terlibat sebagai kontraktor jasa survei bagi perusahaan COSL, mengingat rekam jejak mereka yang sering mengerjakan proyek seismik untuk Pertamina dan Petronas di berbagai perairan Indonesia.

Negara dan Watak Ambisi Ekstraktif
Kehadiran perusahaan ekstraktif China yang difasilitasi oleh negara justru menjadi aktor yang merusak tata kelola berkelanjutan yang sudah diupayakan masyarakat. Aktivitas survei seismik ini justru memutus rompong-rompong nelayan secara sepihak, yang berarti mematikan investasi ekonomi mandiri masyarakat pesisir.
Kurangnya transparansi perencanaan proyek menunjukkan bahwa pemerintah lebih memprioritaskan estimasi spekulatif migas daripada kesejahteraan nyata nelayan skala kecil yang mencakup 97 persen dari populasi nelayan di Teluk Tomini.
Secara makro, kehadiran industri migas memang memberikan angka yang menggiurkan bagi pendapatan daerah. Di Indonesia, Kutai Kartanegara adalah salah satu daerah penghasil utama minyak dan gas, bahkan sektor pertambangan dan migas menjadi kontributor utama PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kalimantan Timur dengan nilai mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
Namun, menurut Zana dkk (2025), terdapat ketimpangan pendapatan yang mencolok antara kecamatan yang memiliki akses langsung ke industri migas dengan wilayah pesisir yang tidak terlibat. Meskipun ada regulasi seperti Perda Kukar No. 3 Tahun 2017 yang memprioritaskan tenaga kerja lokal, kenyataannya sebagian besar penduduk pesisir tetap mengandalkan perikanan tradisional karena keterbatasan keterampilan untuk masuk ke industri ekstraktif yang padat modal. Kehadiran industri Migas justru menunjukkan sebuah paradoks kemiskinan di daerah kaya sumber daya alam. Meskipun kontribusi PDRB-nya besar, angka kemiskinan di wilayah pesisir Kukar tetap signifikan, yakni berada di kisaran 7,61% pada tahun 2024.
Pola industri ekstraktif yang difasilitas oleh negara selalu berulang, yakni kebijakan lebih berfokus pada optimalisasi pendapatan daerah (ekonomi makro) tanpa mempertimbangkan secara maksimal kesejahteraan langsung masyarakat lokal. Watak tata kelola negara pun selalu sama, yakni bersifat top down: penetapan Proyek Strategis Nasional (PSN), UU Cipta Kerja dan kebijakan tambang yang mengancam nelayan tradisional.
Atas nama ambisi ketahanan energi nasional, negara justru membenturkan realitas ruang hidup masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Tomini, termasuk Kepulauan Togean yang merupakan kawasan strategis konservasi berstatus Taman Nasional.
Teluk Tomini sendiri bukan sekadar hamparan air; ia adalah teluk terbesar di Indonesia dengan luas lebih dari 6 juta hektare yang menghidupi masyarakat pesisir di Provinsi Gorontalo, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara. Kawasan ini merupakan bagian dari Segitiga Karang Dunia dengan luas terumbu karang mencapai 1.031 hektare dan mangrove seluas 785,1 hektare.

Dalam kegiatan regional meeting Teluk Tomini pada pertengahan tahun 2021, melalui corong negara sendiri, yakni Menteri KKP menyebut bahwa secara ekonomi, Teluk Tomini yang masuk dalam WPPNRI 715, memiliki potensi perikanan yang luar biasa dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan mencapai 994.024 ton, di mana masih terdapat peluang pemanfaatan sebesar 615.724 ton ikan pelagis dan demersal. Ekosistem ini juga menjadi habitat vital bagi ikan malalugis yang memiliki nilai ekonomi ekspor tinggi bagi nelayan tradisional.
Secara teoritis, negara sering menggunakan pembenaran “Tragedy of the Commons” (Garrett Hardin) untuk mengambil alih pengelolaan laut secara koersif demi investasi. Rencana eksplorasi Migas ini seolah-olah mengafirmasi tesis Garrett Hardin yang berargumen bahwa sumber daya yang terbuka untuk umum (open access) cenderung akan rusak karena setiap individu bertindak demi keuntungan pribadi yang tanpa batas di dalam dunia yang terbatas.
Namun, dalam konteks Teluk Tomini, negara justru memaksakan logika ini dengan menganggap laut sebagai ruang kosong yang harus dieksploitasi demi investasi.
Sebaliknya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat pesisir telah menerapkan teori “Governing the Commons” dari Elinor Ostrom. Ostrom membuktikan bahwa masalah sumber daya bersama dapat diselesaikan melalui organisasi sukarela dan tata kelola lokal tanpa perlu koersi negara. Artinya masyarakat lokal sebenarnya mampu mengelola sumber daya bersama secara berkelanjutan jika diberi ruang.
Di Teluk Tomini, masyarakat melalui pendampingan organisasi sipil telah membangun model pengelolaan berkelanjutan, seperti yang dilakukan di Desa Kadoda, Kecamatan Talatako, Kabupaten Tojo Una-Una, lokasinya tepat berada di jantung Teluk Tomini; Togean. Juga ada di Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, pesisir barat Teluk Tomini; yang telah menerapkan sistem penutupan sementara untuk pengelolaan gurita berkelanjutan, serta rehabilitasi mangrove, terumbu karang, hingga monitoring padang lamun. Praktik-praktik ini adalah bukti nyata bahwa masyarakat mampu mengelola ruang hidupnya secara mandiri dan lestari.
Namun negara seolah menutup mata bahwa keberlanjutan fungsi ekologi Teluk Tomini (termasuk Kepulauan Togean yang berstatus Taman Nasional), jauh lebih berharga daripada investasi ekstraktif yang berisiko mencemari laut, menghancurkan pariwisata bahari, membunuh ruang-ruang hidup masyarakat pesisir dan pulau kecil.
Dengan memaksakan eksplorasi migas, negara bukan sedang menjaga kepentingan umum, melainkan sedang melakukan koersi yang meruntuhkan kemandirian masyarakat dalam menjaga kedaulatan pangan dan kelestarian ekosistem mereka. Di banyak tempat hal ini dilakukan melalui kekerasan alat negara; polisi dan militer. Dengan begitu, tata kelola negara justru merusak tatanan sosial dan ekologi yang sudah dibangun secara mandiri oleh masyarakat melalui tata kelola lokal.***
Referensi:
Hardin, G. (1968). The Tragedy of the Commons. Science, 162(3859), 1243-1248.
Ostrom, E. (1990). Governing the Commons: The Evolution of Institutions for Collective Action. Cambridge University Press.
Suwarso, Sadhotomo, B., & Wudianto. (2007). Perkembangan Perikanan Pelagis Kecil di Teluk Tomini: Suatu Pendekatan ke Arah Manajemen yang Bertanggungjawab. BAWAL, 1(6), 233-244.
Zana, I. S., Perdana, G. N. R., Bato, B. E., Lestari, L. A., & Perwitasari, D. R. (2025). Implikasi Terhadap Perekonomian Masyarakat Pesisir Terhadap Kebijakan Pengelolaan Minyak dan Gas di Kabupaten Kutai Kartanegara. GOVERNANCE: Jurnal Ilmiah Kajian Politik Lokal dan Pembangunan, 12(1), 66-80.
Website Berita:
ANTARA News. (2025, 2 Desember). Badan Geologi-COSL survei seismik 3D, dukung eksplorasi migas. https://www.antaranews.com/berita/5281809/badan-geologi-cosl-survei-seismik-3d-dukung-eksplorasi-migas
Jaring Nusa KTI. (2022, 7 Oktober). Potret Ancaman dan Praktik Baik Pengelolaan Sumber Daya Alam di Teluk Tomini. https://jaringnusa.id/potret-ancaman-dan-praktik-baik-pengelolaan-sumber-daya-alam-di-teluk-tomini-jaring-nusa-gelar-sharing-session/
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). (2021, 12 Juni). Menteri Trenggono Imbau Pemanfaatan Ekonomi Teluk Tomini Harus Sesuai Prinsip Keberlanjutan. https://www.kkp.go.id/news/news-detail/menteri-trenggono-imbau-pemanfaatan-ekonomi-teluk-tomini-harus-sesuai-prinsip-keberlanjutan65c1cd9c719ec.html#:~:text=ikan%2C%E2%80%9D%20tambahnya.%20Selain%20itu%20Teluk%20Tomini%20berada,diperbolehkan%20sebesar%20994.024%20ton%20namun%20baru%20dimanfaatkan
Kilas Banggai. (2025, 24 Desember). Tolak Eksploitasi Migas, Aliansi Nelayan Touna Kepung Kantor Bupati hingga DPRD. https://www.kilasbanggai.com/sulteng/tolak-eksploitasi-migas-aliansi-nelayan-touna-kepung-kantor-bupati-hingga-dprd/
OG Indonesia. (2025, 3 Desember). Badan Geologi Gunakan Kapal COSL untuk Survei Seismik 3D di Teluk Tomini. http://www.ogindonesia.com/2025/12/badan-geologi-gunakan-kapal-cosl-untuk.html


Pingback: Ambisi Ekstraktif di Teluk Tomini: Upaya Menggusur Ruang Hidup Nelayan - Jaring Nusa KTI