Petani sawit yang tergabung dalam Koperasi Produksi Pangeya Idaman desak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ART/BPN) cabut izin Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. Agro Artha Surya yang diduga telah mencaplok tanah mereka. Foto: Renal Husa
Japesda- Petani plasma sawit yang tergabung dalam Koperasi Produksi Pangeya Idaman, menduga jika sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. Agro Artha Surya (AAS) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN) cacat prosedur. Sebab 1.027 hektar dari HGU tersebut berdiri diatas tanah milik petani plasma yang ada di Desa Pangeya, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo.
Taslim Ipetu, ketua Koperasi Produksi Pangeya Idaman kesal atas pencaplokan tanah tersebut dan meminta Menteri ATR/ BPN untuk membatalkan Surat Keputusan Penerbitan sertifikat HGU atas nama perusahaan sawit PT AAS. Sebab dari penilaian Taslim, kehadiran perusahaan sawit di tempat itu hanya membawa bencana bukan berkah bagi petani.
“Awalnya PT AAS mendatangi petani sekitar tahun 2011. Mereka menjanjikan memakmurkan untuk petani jagung yang mau beralih menjadi petani sawit. Mereka juga menjanjikan, jika hasil perkebunan akan dibagi 50:50. Namun seiring berjalannya waktu, semua janji itu hanya tinggal isapan jempol saja,” ungkap Taslim, Rabu, (2/11/2022).
Atas pertimbangan itu, Muhammad Sirul Haq, sebagai kuasa hukum, Koperasi Produksi Pangeya Idaman, mengatakan, akan melayangkan surat permohonan ke Menteri ATR/ BPN, tentang pencabutan dan pembatalan hak guna usaha tanah perkebunan kelapa sawit yang terletak di beberapa desa seperti Desa Pangeya, Tanjung Harapan, Raharja, Tri Rukun, Bongo 2, Suka Mulya dan Sari Tani, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo.
Lebih spesifik terhadap sertifikat HGU, No.4/HGU/BPN-30/2019 atas nama Koperasi Pangeya Idaman, Nomor HAK: 30030000200434 seluas 75.082 m2 dan Nomor HAK: 30030000200452 seluas 80.950 m2. Serta 18 sertifikat HGU yang dikuasai PT. AAS, dengan total luas 1.738.420 m².
“Dasar hukum permohonan pencabutan / pembatalan HGU sangatlah jelas. Seperti yang terpatri dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah dan PT. AAS telah melanggarnya,” ujar lelaki yang akrab disapa Sirul, saat mendampingi Taslim, dalam konferensi pers Rabu sore, (2/11/2022).
Sebelumnya, Koalisi Bantuan Hukum petani plasma Boalemo yang dibentuk Japesda Gorontalo, Sawit Watch, in-Hides dan Boalemo Bergerak bertujuan untuk melakukan pendampingan hukum kepada petani dan Koperasi Produksi Pangeya Idaman, untuk melawan perampasan tanah oleh mafia tanah seperti PT. AAS. Mereka juga telah melaporkan pelanggaran kerjasama yang dilanggar perusahaan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI.
Selain itu, Lanjut Sirul, Koalisi bantuan hukum akan mendatangi perusahaan dan mendesak agar membatalkan perjanjian kerjasama yang cenderung merugikan petani dan mengembalikan tanah petani beserta hak atas pengelolaannya.
“Perusahaan ingkar, mereka harus mengembalikan tanah petani seperti sebelum menjadi perkebunan sawit,” lanjutnya.
Dia juga bilang akan melanjutkan proses hukum terkait laporan pemalsuan KTP yang ada di Polda Gorontalo dan akan menempuh jalur hukum terkait pembatalan perjanjian kerjasama antara petani plasma dan PT. AAS.
Sayangnya, sampai menjelang malam, tim Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian ATR / BPN tak kunjung datang. Membuat momen penting penyerahan surat permohonan pencabutan HGU Perusahaan dan Koperasi batal dilakukan.