Lokakarya tata kelola perikanan skala kecil berkelanjutan di Kabupaten Banggai, kegiatan dilaksanan di Hotel Swiss Belinn, Luwuk pada 28 September 2022. Foto: Dokumentasi JAPESDA
Japesda-Potensi hasil kelautan di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah (SULTENG) cukup menjanjikan. Sayangnya potensi yang besar ini kurang didukung dengan kebijakan pemerintah, ditambah minimnya pemahaman nelayan tentang perikanan berkelanjutan.
Lewat lokakarya Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (JAPESDA) berupaya melegitimasi perikanan skala kecil berkelanjutan berbasis masyarakat. Itu dilakukan untuk membangun pemahaman bersama antara masyarakat, pemerintah serta pemangku kepentingan dalam meningkatkan pengelolaan perikanan dan kelautan di Kabupaten Banggai, khususnya Desa Lambangan dan Uwedikan yang juga merupakan desa dampingan JAPESDA.
“Kami kembali membuat lokakarya ini bertujuan untuk memberikan informasi, berbagi pengalaman serta pembelajaran.” kata Direktur JAPESDA, Nurain Lapolo pada Lokakarya yang diselenggarakan di Hotel Swiss Belinn. Rabu (28/09/22).
Melalui kegiatan ini, Ain berharap masyarakat dan pemerintah dapat saling berdiskusi memberikan saran, solusi serta dapat membangun komitmen bersama dalam meningkatkan pengelolaan perikanan berkelanjutan.
“Kami berharap pada kegiatan ini bisa mendapatkan umpan balik, mendapatkan masukan dan dapat membuat komitmen bersama untuk memperkuat apa yang sudah dibangun,” katanya.
Perlu diketahui JAPESDA telah melakukan kegiatan pendampingan perikanan skala kecil sejak tahun 2017 hingga saat ini. Program yang dijalankan JAPESDA yakni melakukan pendampingan terhadap kelompok nelayan dan melakukan konservasi laut di Desa Lambangan dan Uwedikan.
Ain juga menjelaskan bahwa JAPESDA dan masyarakat desa dampingan sudah melakukan kegiatan konservasi mangrove, terumbu karang dan perlindungan biota laut. Selain itu untuk mendukung perekonomian masyarakat JAPESDA memberikan alternatif perikanan tangkap kepada masyarakat termasuk membentuk kelompok nelayan dan mendorong kelompok ibu-ibu membuat produk olahan dari hasil laut.
“Sebenarnya pengetahuan tentang perikanan tangkap sudah ada di desa. Kami hanya memoles dan memfasilitasi mereka dengan pihak-pihak yang bisa memperluas apa yang sudah mereka (nelayan lokal) lakukan,” tutur Ain.
Di kegiatan yang sama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kab. Banggai, Rusdi Rahmat menjelaskan bahwa perairan Kabupaten Banggai memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Namun ia menyayangkan potensi kelautan di Kabupaten Banggai tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memadai
“Tetapi apa dikata. Kita memiliki laut, tapi kita tidak memiliki armada yang representatif,” Kata Rusdi.
Untuk meningkatkan perekonomian di sektor kelautan dan perikanan, Rusdi mengatakan bahwa nelayan harus merubah pola tangkap. Menurutnya nelayan saat ini hanya melakukan penangkapan dengan pola “satu hari menangkap”, sehingga mempengaruhi pendapatan nelayan tentunya dengan penghasilan yang tidak maksimal.
“Saya memiliki satu mindset kedepan, pemerintah Kabupaten Banggai ini bisa menciptakan perikanan moderen,” kata Rusdi.
Rusdi juga mengungkapkan pada tahun ini pemerintah Dinas Kelautan dan Perikanan menganggarkan sekitar 1,4 miliar untuk bantuan peralatan kepada nelayan kecil. Namun ia menyayangkan bahwa bantuan yang telah diberikan kurang dimaksimalkan oleh para nelayan.
Dalam rangka upaya meningkatkan hasil perikanan, nelayan di Desa Lambangan dan Uwedikan telah melakukan pembatasan wilayah tangkap atau membuat zona penyangga, zona inti dan zona pemanfaatan.
Burhanudin Walisa yang juga kelompok nelayan Desa Lambangan mengatakan bahwa penetapan dan penerapan zonasi wilayah yang dilakukan oleh nelayan Desa Lambangan saat ini sudah memperlihatkan hasil yang positif.
“Setelah JAPESDA pada tahun lalu membuat zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan. Kami sudah menikmati hasilnya dan kami sudah tidak terlalu jauh lagi untuk menangkap ikan,” kata Burhan.
Apa yang sudah dilakukan oleh kelompok nelayan saat ini bukan tanpa kendala. Walaupun sudah membuat pembatasan di perairan sekitar Desa Lambangan, mereka memiliki tantangan lain, yakni adanya nelayan desa tetangga yang melakukan penangkapan di zona larangan yang sudah disepakati oleh nelayan Lambangan.
“Kadang kita di konflik oleh desa-desa lain dari masyarakat nelayan yang bukan masyarakat desa lambangan. Kenapa ada laut di pagar, kenapa ada laut di tutup, tidak bisa ditempati orang lain,” kata Burhan.
Adanya konflik yang terjadi antar desa tetangga, Ia berharap agar pemerintah DKP membantu melakukan sosialisasi di desa-desa tetangga, tentang kebijakan pembatasan dalam melakukan aktivitas bernelayan di Desa Lambangan. Terlebih pembatasan atau zonasi yang dilakukan nelayan lambangan sudah masuk dalam Peraturan Desa (Perdes).
“Bahkan kami sendiri tidak berani masuk untuk mengambil apa yang ada di dalam zona yang dilarang tersebut,” katanya.