Japesda

Menerapkan Literasi Keuangan Melalui VSLA ke Masyarakat Pesisir

Simpan Pinjam di salah satu rumah warga Desa Kadoda, Kecamatan Talatako, Kabupaten, Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah

Japesda – Bagi masyarakat yang ada di pesisir maupun di pulau, seringkali pendapatan keluarga tidak menentu, terutama bagi mereka yang berprofesi sebagai nelayan. Beberapa faktor yang terjadi adalah musim yang kadang tidak menentu untuk menangkap atau mengambil hasil laut. Selain itu, budaya konsumtif yang juga dialami oleh masyarakat pesisir membuat nelayan kerak kali kesulitan keuangan.

Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh Japesda adalah melakukan literasi keuangan kepada rumah tangga nelayan dengan tujuan masyarakat bisa mengatur keuangan mereka sendiri. Literasi keuangan ini dilakukan melalui pembentukan kelompok VSLA (Village Saving and Loans Associations) yang dibentuk di tiga desa dampingan Japesda, yakni Desa Uwedikan, Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, Desa Kadoda, Kecamatan Talatako, Kabupaten Talatako, Kabupaten Tojo Una-Una di Provinsi Sulawesi Tengah, dan Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo.

Dengan adanya VSLA ini, masyarakat tidak hanya melakukan kegiatan simpan pinjam secara inklusi, tetapi juga belajar melakukan pencatatan keuangan yang masuk, uang keluar, dan juga dana sosial. Selain itu, melalui kegiatan ini diharapkan bisa melahirkan agen-agen pengelolaan keuangan rumah tangga nelayan. Sasaran utama kegiatan VSLA ini adalah istri-istri nelayan gurita yang biasanya memegang kendali keuangan rumah tangga nelayan.

Dalam setiap bulan, kelompok ini melakukan pertemuan monitoring keuangan dan juga membahas berbagai hal yang terjadi dalam internal kelompok dan melahirkan kesepakatan-kesepakatan bersama.

Indira Moha, pendamping Japesda untuk kelompok VSLA di Desa Uwedikan mengatakan, proses simpan pinjam melalui VSLA ini memiliki tenggat waktu, tergantung kesepakatan pembicaraan dalam kelompok. Misalkan di Desa Uwedikan, para nelayan gurita akan menabung di bulan Januari dan kesepakatan kelompok akan membagi hasil pada bulan keenam yaitu bulan Mei.

“Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan puncak panen gurita yang terjadi di bulan Januari hingga Maret. Namun pada bulan April dan Mei, Desa Uwedikan akan mengalami kondisia cuaca buruk sehingga pendapatan nelayan berkurang. Maka dari itu, sistem bagi hasil yang didapatkan pada bulan keenam bisa menutupi pendapatan mereka yang terkendala karena cuaca,” ujar Indira Moha.

Kegiatan monitoring kelompok simpan pinjam, Desa Uwedikan, Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah

Tak hanya di Uwedikan, hal yang sama juga berlaku di Desa Torosiaje, Popayato, Pohuwato. Di desa ini proses simpan pinjam ini masih berjalan selama tiga bulan.

“Kesepakatan awalnya sampai enam bulan, anggota kelompok ingin melihat perkembangannya seperti apa, jika berjalan baik dan tidak mengenai kendala maka jangka waktu akan ditambah,” ucap Dewi Nagi, pendamping VSLA di Desa Torosiaje.

Husain Onte salah satu anggota simpan pinjam di desa Torosiaje mengaku mempunyai harapan yang panjang mengenai simpan pinjam ini. Salah satunya adalah ingin membuat toko serba ada yang nantinya akan menjadi pengepul gurita tangkapan nelayan desa tersebut agar harga gurita menjadi lebih tinggi dan menguntungkan nelayan.

“Kalau operasi simpan pinjam ini berjalan lancar kedepannya kami ingin membuat toko serba ada yang bisa menampung tangkapan nelayan sehingga tidak ada lagi pengepul lain, jadinya hasil tangkapan gurita akan terjual langsung ke perusahaan dan menguntungkan nelayan,” kata Husein.

Selain itu menurut Husein Onte, dengan adanya program simpan pinjam ini, masyarakat mulai tahu pentingnya menabung.

Pertemuan Monitoring Simpan Pinjam di salah satu rumah warga di Desa Torosiaje, Kec. Popayato, Kab. Pohuwato. Sabtu, (03/02)

“Biasanya kami hanya menyimpan uang di bawah bantal dan uang itu akan cepat habis, dengan adanya simpan pinjam ini kami jadi lebih tahu menabung dan menyisihkan uang karena di sini sudah ada koperasi tapi masyarakat hanya tahu meminjam dan tidak tahu menabung,” lanjut Husein.

Menurut Dewi Nagi, kelompok simpan pinjam ini diharapkan dapat membantu mengurangi kebiasaan kasbon (meminjam uang) masyarakat desa ke pada pengepul dan para anggota kelompok mampu untuk mengelola keuangan mereka secara mandiri.

“dari simpan pinjam ini harapannya masyarakat atau kelompok sudah tidak lagi atau setidaknya mengurangi kebiasaan kasbon kepada pengepul dan memanfaatkan kelompok simpan pinjam,” ujar Dewi Nagi.

Selain Desa Uwedikan dan Torosiaje, kegiatan serupa juga dilakukan di Desa Kadoda yang menerapkan proses simpan pinjam dengan model VSLA ini, yang sistem keanggotaannya tidak hanya nelayan gurita, tapi juga nelayan penangkap ikan karang.*

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *