Japesda – Sebulan setelah dilakukannya penutupan area tangkap gurita di Desa Kadoda, Kecamatan Talako, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, nelayan di desa tersebut melakukan pelatihan survey dan monitoring habitat terumbu karang dengan metode Manta Tow. Kegiatan ini dilaksanakan mulai dari Rabu-Minggu, 23-27 Oktober 2024, yang diikuti oleh 25 orang nelayan di Desa Kadoda dan juga pendamping Japesda dengan bantuan tekhnis dari tim Blue Ventures Indonesia.
Apa itu Manta Tow?
Manta Tow adalah metode pengamatan terumbu karang dengan cara menarik pengamat di belakan perahu yang menggunakan mesin dan tali. Seperti namanya, pengamat di laut akan ditarik (Tow) ketika memegang papan sembari mencatatnya, hingga menyerupai ikan manta. Pengamatan ini dilakukan dengan cara membagi kelompok menjadi dua.
Kelompok pertama bertugas untuk memantau dari atas kapal. Pengamat pertama ini bertugas melakukan dokumentasi wilayah melalui pemasangan titik koordinat dan mencatat waktu pengamatan air sejak pengamatan dimulai dan pengamatan berakhir per 2 menit sepanjang tarikan.
Sedangkan kelompok kedua atau kelompok laut bertugas untuk melakukan pengamatan bawah laut dengan cara berpegang pada papan yang terhubung langsung di kapal, papan ini lalu ditarik selama 2 menit. Pengamat yang berada di air ini berfungsi untuk melihat dan mencatat semua temuan bawah laut yang ia lalui selama ditarik.
Pencatatan yang dilakukan oleh kelompok kedua nantinya akan menjadi salah satu patokan untuk melihat variasi terumbu karang, biota laut serta menjadi data awal untuk melakukan kegiatan konservasi di wilayah tersebut.
“Pengamatan berlangsung di lima titik berbeda, yang merupakan wilayah tangkap nelayan tradisional Kadoda, yaikni Reef 5, Reef Dambulalo, Reef Kadoda, Uwe Malangka dan Taule,” kata Titania Aminullah, penanggung jawab lapangan Japesda di Desa Kadoda.
Ketika melakukan pengamatan di bawah laut, ada beberapa hal yang dilihat dan diamati dalam kegiatan ini, yaitu presentasi karang keras mati, karang keras hidup, pasir, bebatuan dan kategori lainnya seperti biota laut yang ditemukan pada titik pengamatan.
Menurut Emilio de la Rosa, Fishieries and Data Senior Officer Blue Ventures Indonesia, sekaligus pemandu dalam kegiatan Pelatihan Manta Tow di Desa Kadoda ini mengaku bahwa antusias warga dalam mengikuti pelatihan sangat membantu berlangsungnya kegiatan.
“Praktek dilakukan selama tiga hari, terhitung cepat, warga juga terlihat antusias dan cepat memahami metode manta tow ini,” ujarnya.
Selama kegiatan berjalan, Emilio juga menerangkan bahwa ekosistem terumbu karang di perairan Desa Kadoda masih relatif bagus, kecuali area-area perairan yang sangat dekat dengan pemukiman atau rumah warga.
“Ekosistem terumbu karangnya masih relatif bagus karena berada pada kategori kuning, hijau bahkan ada yang biru, itu artinya ekosistem terumbu karang ada kondisi sedang, baik hingga sangat baik,” lanjut Emilio menunjukkan hasil plotting atau hasil pemetaan area Manta Tow.
Tidak hanya pengamatan terumbu karang, pada kegiatan Manta Tow ini peserta juga diajarkan cara mengoperasikan GPS, menandai lokasi, dan menginput data hasil Manta Tow di aplikasi. Selain pengamatan terumbu karang lewat manta tow, nelayan juga dilatih melihat ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang.
Hajrah Marjanu, enumerator dan juga warga Desa Kadoda, mengaku sangat antusias karena mempelajari hal baru yang belum pernai ia lakukan sebelumnya. Selama tiga hari kegiatan berlangsung Hajrah berkesempatan menjadi kelompok darat sekaligus kelompok laut secara bergantian.
“Saya belajar cara mengoprasikan GPS dan menginput data. Ini adalah pengalaman yang baru bagi saya, di Kadoda kami (masyarakat) sebelumnya tidak terlalu memperhatikan karang, terkesan mengabaikan, tapi dengan adanya kegiatan ini kami jadi tau kondisi karang di sini; area-area mana saja yang masih bagus hingga kurang bagus,” ucapnya sembari tersenyum. **