Japesda

Nelayan Desa Sama Jatem Antusias Memanen Gurita Setelah Ditutup Tiga Bulan

Japesda- Selama hampir empat bulan sejak tanggal 20 April, akhirnya nelayan Desa Sama Jatem memanen gurita di tiga lokasi berbeda dengan luas keseluruhan 600 Ha. Pada kesepakatan awal, penutupan area tangkap ini dilakukan selama tiga bulan dan dibuka pada bulan Juli, namun karena kendala cuaca buruk, nelayan memilih untuk bersabar hingga kondisi laut di lokasi penutupan memungkinkan untuk dilakukan pembukaan.

Jumat, 23 Agustus 2024, sesuai kesepakatan bersama, pembukaan area tangkap lalu dilakukan. Pembukaan dilakukan selama dua hari, di mana hari pertama dilakukan pembukaan yang dihadiri Pemerintah Kabupaten Banggai dalam hal ini diwakili oleh Asisten II Bidang Perekonomian & Pembangunan Setda Banggai, Bapak Bambang Eka Sutedi, Kepala Dinas Perikanan Ibu Ferlin Monggesang, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, serta Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (FORKOPIMCAM) Pagimana yaitu Camat, Danramil, Wakapolsek Pagimana.

Juga dihadiri oleh para kepala desa tetangga yaitu Kepala Desa dan Ketua BPD Jaya Bakti, Kepala Desa dan Ketua BPD Balai Gondi, para kepala desa dari Pulau Poat. Selain itu, kegiatan dihadiri oleh Dekan Fakultas Perikanan Universitas Muhammadiyah Luwuk beserta para dosen di lingkungan fakultas perikanan, koordinator penyuluh perikanan Kabupaten Banggai, penyuluh perikanan Kecamatan Pagimana, dan masyarakat Desa Sama Jatem.
Dalam sambutannya, Wahyudin Sangkota selaku Camat Pagimana mengaku awalnya merasa curiga dengan program yang dijalankan oleh Japesda, karena Japesda adalah Organisasi Masyarakat Sipil dari luar area Pagimana. Namun setelah melihat tujuan dan dampak yang akan dirasakan oleh nelayan, Wahyudin memberikan respon positif untuk program buka tutup area tangkap gurita dan program pendampingan langsung yang dilakukan oleh Japesda.
“Pembukaan ini kami awasi, apakah benar memberikan peningkatan kesejahteraan dan tangkapan untuk masyarakat, kalau tidak, akan dilakukan evaluasi berkelanjutan.”

Gurita hasil tangkapan nelayan yang diperlihatkan ke stakeholder. Jumat, (23/8). Foto oleh: Ummul Uffia.

Untuk menjawab hal ini, Nurain Lapolo selaku Direktur Japesda memberikan pemahaman kenapa hal ini penting untuk dilakukan. Nurain menjelaskan bahwa penutupan area tangkap ini adalah salah satu upaya untuk melakukan perlindungan ekosistem di luar kawasan konservasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, program ini dilakukan untuk memperkuat kapasitas masyarakat melalui upaya konservasi berbasis masyarakat dengan pintu masuknya adalah perikanan gurita. Konservasi yang dilakukan adalah melalui penutupan sementara lokasi tangkap gurita selama periode tertentu. Dengan penutupan sementara, diharapkan bisa memberikan kesempatan gurita tumbuh berkembang biak, sehingga nelayan dapat memanen gurita dengan bobot yang lebih besar, dan juga memulihkan terumbu karang secara alami.

“Gurita adalah salah satu komoditi ekspor dengan siklus hidupnya 15-18 bulan, setelah itu akan mati dengan sendirinya. Kami berharap dengan dilakukan penutupan sementara, bisa meningkatkan bobot dan jumlah tangkapan gurita di area yang ditutup, sehingga bisa meningkatkan pendapatan rumah tangga nelayan gurita. Hal penting lainnya adalah, kondisi ekosistem perairan di area penutupan juga menjadi lebih baik.”

Ferlin Monggesang selaku Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banggai, mengungkapkan bahwa gurita adalah salah satu komoditi yang patut untuk didorong karena ini adalah komoditi ekspor dengan potensi kelautan yang besar, “potensi ini cukup besar karena kita memiliki garis pantai yang besar dengan WPP 714 dan 715 sepanjang Teluk Tomini dan Teluk Tolo, sehingga potensi lautnya cukup besar dan harus dimaksimalkan.”

Pada acara seremoni pembukaan bersama stakeholder, Ruslan salah satu nelayan gurita menunjukkan hasil tangkapan miliknya yang Ia tangkap setelah ritual pembukaan pagi tadi. Tangkapan gurita dengan bobot hampir mencapai 4 kilogram itu diperlihatkan kepada stakeholder untuk membuktikan adanya peningkatan bobot gurita di area penutupan. Namun, karena kondisi cuaca ekstrem, nelayan tidak melanjutkan untuk turun ke laut. Lalu mereka membuat kesepakatan bersama dan turun keesokan harinya pada Sabtu, 24 Agustus 2024 dan melakukan penangkapan gurita beramai-ramai.

Sabtu, 24 Agustus 2024, laut tampak tenang, sekitar 16 perahu nelayan turun dan berpencar ke tiga lokasi penutupan yang telah dibuka. Menjelang pukul 10.00 pagi, para nelayan berhenti mencari gurita.

Nelayan Desa Sama Jatem sedang melakukan proses penangkapan gurita. Sabtu, (24/8). Foto oleh: Renal Husa

“Susah, di bawah arusnya kencang sekali, bahaya kalau dilanjutkan,” ujar Frangky, nelayan gurita yang juga ikut mencari gurita. Sebelumnya Frangky terlihat sedang mengerahkan tenaga menarik “gara-gara” yang sudah dimakan gurita. Dengan kekuatan penuh Frangky menggulung senar, ketika ditarikan terakhir gurita yang tertangkap ternyata terlepas, dengan sigap Frangky menyelam untuk mengejar tangkapannya yang lepas.

Aduh, ngai takole, abal ngindas (Aduh, tidak tertangkap, arusnya kencang),” teriak Frangky menggunakan bahasa Bajo.
Pembukaan area tangkap gurita di Desa Sama Jatem ini mengalami peningkatan, menurut Rahmad Bangkunis selaku Ketua Kelompok Nelayan Si Karimanang, beliau mengungkapkan bahwa bobot gurita yang ada di lokasi penutupan mengalami peningkatan secara jumlah dan bobot.

“Banyak gurita, besar-besar tapi waktu pembukaan ini dibuka pas di musim baleba (Angin Timur), sehingga kami (nelayan) kesulitan untuk menangkap gurita”.

Angin Timur atau musim baleba di kalender perairan nelayan Desa Sama Jatem, adalah musim berombak dan angin kencang, sehingga nelayan kesulitan untuk berlayar. **

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *