Japesda – Desa Uwedikan menginisiasi pengajuan izin perhutanan sosial untuk mengelola kawasan mangrove melalui skema Hutan Desa (HD). Hal ini dilakukan agar masyarakat yang memanfaatkan kawasan mangrove dapat mengelola secara legal sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Apalagi, kawasan mangrove di Desa Uwedikan yang terletak di Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai tersebut memiliki potensi hasil perikanan yang cukup besar.
Lapulo, salah satu tokoh masyarakat Uwedikan dan penangkap kepiting menyebut kepiting di kawasan mangrove Uwedikan tidak hanya dimanfaatkan oleh warga Desa Uwedikan namun juga warga dari desa tetangga.
“Kepiting memiliki harga jual yang bagus. Apalagi banyak hasil perikanan lain yang jadi tangkapan nelayan di hutan mangrove” ujarnya.
Potensi kawasan mangrove Desa Uwedikan terlihat dalam hasil analisis data yang dilakukan oleh Yayasan Pesisir Lestari (YPL) dan Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (JAPESDA). Data survei pada tahun 2024, menunjukkan dalam setahun manfaat langsung yang didapat oleh nelayan dari hutan mangrove dengan komoditas buah mangrove, ikan, kepiting bakau, kerang dan tiram bakau mencapai sekitar 207 juta rupiah. Hasil survei kesehatan mangrove juga menunjukkan secara umum kondisi mangrove di Desa Uwedikan masih cukup baik.
“Jenis mangrove di Desa Uwedikan cukup beragam. Dalam survei ekologi setidaknya terdapat 11 jenis mangrove yang potensial dikelola” Kata Made Dharma, Sustainaible Mangrove Project Coordinator Yayasan Pesisir Lestari saat Workshop Pengajuan Hutan Desa Kawasan Mangrove di Desa Uwedikan, pada Jumat 7 Juni 2024 di Luwuk.
Dirinya mengatakan diperlukan pemberdayaan masyarakat lokal untuk mengelola hutan mangrove secara lestari melalui advokasi hak pengelolaan, peningkatan kapasitas lokal, dan memastikan pembiayaan pengelolaan lestari melalui advokasi perubahan kebijakan di tingkat lokal hingga nasional.
“Status kawasan mangrove di Desa Uwedikan adalah hutan lindung sehingga para kelompok nelayan dan pemerintah desa merasa penting untuk mengajukan izin perhutanan sosial dengan skema hutan desa”, ujarnya.
Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat KPH Balantak, Anang Arif mengatakan tujuan pelaksanaan perhutanan sosial adalah untuk mewujudkan kemandirian kelembagaan lokal, peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan dengan berbagai usaha perhutanan sosial dan terwujudnya kelestarian fungsi kawasan hutan. Ia memastikan KPH Balantak mendukung dan akan memfasilitasi agar pengajuan perhutanan sosial oleh Desa Uwedikan dapat terwujud.
“Tentu tujuannya adalah memberikan hak akses yang legal kepada pengelola. Apalagi, jika mangrove ini memberikan manfaat ekonomi langsung dan selama tidak melakukan pelanggaran aturan di kawasan hutan lindung mangrove, tentu perhutanan sosial perlu kita dukung bersama”, ujarnya.
Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Perhutanan Sosial, Provinsi Sulawesi Tengah, Edy Wicaksono menyebut di Sulawesi Tengah belum ada Perhutanan Sosial di kawasan mangrove. Kabupaten Banggai dinilai beruntung karena memiliki hutan mangrove yang luas. Dirinya mendorong agar Desa Uwedikan segera mengajukan perhutanan sosial.
“Banyak contoh praktik baik dari dampak izin perhutanan sosial yang dapat dijadikan pelajaran untuk mengelola kawasan hutan dengan lestari” Ia menambahkan.
Kepala Desa Uwedikan, Asir Labani menyebut pihaknya telah menyepakati untuk segera mengajukan skema hutan desa melalui izin perhutanan sosial kawasan mangrove. Ia menambahkan akan segera menindaklanjuti berbagai dokumen yang perlu disiapkan dengan didampingi oleh YPL dan Japesda.
“Pemdes juga akan memperkuat kesepakatan agar tidak ada pelanggaran dan itu akan diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) yang segera kita buat”, tegasnya.
Dalam workshop dilakukan penandatanganan berita acara persetujuan pengusulan pengajuan hutan desa kawasan mangrove di Desa Uwedikan oleh parapihak diantaranya KPH Balantak, Bappeda Kabupaten Banggai, Pokja Percepatan Perhutanan Sosial Provinsi Sulawesi Tengah, DLH Kabupaten Banggai, Dinas Perikanan Kabupaten Banggai, Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Banggai, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Banggai, Pemerintah Desa Uwedikan, Fakultas Perikanan Universitas Muhammadiyah Luwuk dan perwakilan kelompok nelayan di Desa Uwedikan.**