Japesda

Usai Ditutup Tiga Bulan, Nelayan Uwedikan Kembali Panen Gurita

Arjuna, nelayan asal Desa Uwedikan yang berhasil menangkap gurita dengan bobot 3 kilogram saat wilayah penutupan sementara dibuka. Rabu, (31/1). Foto: Zulkifli Mangkau.

Japesda – Setelah wilayah tangkap gurita ditutup selama tiga bulan lamanya, nelayan di Desa Uwedikan, Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, akhirnya mulai membuka wilayah tersebut pada hari Rabu, 31 Januari 2024. Hasilnya sangat signifikan untuk nelayan. Sebagaimana diungkapkan oleh Arjuna, salah seorang nelayan perempuan penangkap gurita.

“Gurita ini besar, tidak seperti tangkapan saya biasanya,” kata Arjuna saat memperlihatkan hasil tangkapannya dari atas perahu.

Penutupan area tangkap ini dilakukan selama tiga bulan terhitung sejak 31 Oktober 2023 dan dibuka kembali pada 31 Januari 2024. Penutupan sementara ini adalah hasil kesepakatan bersama antara nelayan gurita di Desa Uwedikan bersama Jaringan Advokasi Pengelolahan Sumber Daya Alam (Japesda) dan kelompok nelayan gurita bernama KomPAK (Kelompok Pengelola Usaha Konservasi)

Program penutupan sementara atau buka tutup lokasi tangkap gurita selama tiga bulan bertujuan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat desa dan nelayan untuk mengelola wilayah tangkap mereka secara berkelanjutan dengan pendekatan spesies gurita sebagai pintu masuk pengelolaan.

Menurut Irham Summang, Ketua KomPAK Uwedikan, nelayan pada awalnya ragu untuk melakukan program penutupan sementara ini, namun setelah melihat hasilnya nelayan mulai ikut berperan aktif dalam melakukan penutupan sementara.

“Dulu beberapa nelayan ada yang ragu, tapi sekarang mereka mulai terlibat. Hasilnya juga sudah mulai dirasakan. Bobotnya naik dan pendapatan nelayan juga membaik,” jelas Irham.

Gurita yang ditangkap oleh salah satu nelayan Desa Uwedikan, Banggai, Sulawesi Tengah. Foto: Zulkifli Mangkau.

Direktur Japesda, Nurain Lapolo mengatakan, buka tutup lokasi tangkap atau penutupan sementara secara sederhana memberikan pengetahuan dan penguatan kepada masyarakat menjaga wilayah tangkap mereka dan secara mandiri mengelola potensi perikanan yang ada di desa.

“Potensi perikanan yang dikelola secara berkelanjutan akan memberikan dampak yang baik bagi masyarakat desa,” ujar Nurain.

Dijelaskannya lagi, selain memberi jeda hidup atau waktu perkembangbiakan gurita dalam habitatnya, penutupan sementara berfungsi menjaga ekosistem, salah satunya ekosistem terumbu karang yang merupakan rumah dari berbagai biota laut, salah satunya gurita.

Model penutupan sementara yang diterapkan oleh nelayan gurita di Desa Uwedikan ialah bagian dari kerja-kerja konservasi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir untuk menjaga wilayah tangkap mereka agar tetap berkelanjutan.

Dari catatan pendataan hasil tangkapan nelayan pasca penutupan sementara, hasil yang didapatkan sangat siginfikan. Berbanding terbalik dengan hasil tangkapan nelayan sebelum dilakukan penutupan sementara yang rata-rata bobot hasil tangkapan nelayan berkisar antara 500 gram hingga 1 kilogram.

“Setiap kali lokasi dibuka, bobot gurita yang ditangkap naik. Tangkapan nelayan dari 2 kilogram sampai 3 kilogram,” terang Rahmat Ap, pendata lokal Japesda di Uwedikan.

Dalam catatan Rahmat, dari delapan orang nelayan gurita yang turun mencari gurita, yang terdiri dari 7 orang nelayan laki-laki dan 1 orang nelayan perempuan, berhasil mendapatkan gurita sebanyak 28 ekor.

Gurita yang ditangkap itu dengan rata-rata tangkapan antara 2-3 kilogram dengan selisih waktu kurang dari 2 jam, sejak turun melaut pukul 8.00 pagi dan kembali pada pukul 11.00 siang. Dengan total tangkapan yang dikumpulkan sebanyak 42,7 kilogram dengan nilai jual sebesar  Rp1.700.000. Jika dirata-ratakan, pendapatan nelayan dalam sehari sebesar 150.000 rupiah.

Namun, meskipun sudah melakukan penutupan dan mendapatkan hasil tangkapan dengan bobot yang baik, nelayan masih saja dirugikan. Salah satunya mengenai informasi harga pembelian gurita yang kurang transparan dari pembeli atau pihak tengkulak di desa.

Melihat adanya ketidakadilan itu, Irham bersama anggota KomPAK berinisiatif mulai membeli hasil tangkapan nelayan atau anggota KomPAK dan langsung menjualnya kepada pihak UPI (Unit Pengolahan Ikan) atau perusahaan. Kerjasama dagang antara perusahaan dan KomPAK diharapkan dapat membuka akses pasar yang adil terutama pada harga jual gurita yang berdampak pada nelayan.

“Kami mulai bekerjasama dengan perusahaan di Luwuk, salah satunya Aruna. Dan harganya lumayan jauh berbeda dengan pembeli yang ada di desa. Dan nelayan seperti saya dan nelayan yang ada di desa sangat senang tentunya dengan hasil yang sekarang,” tutup Irham.***

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *