Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Grand Q Kota Gorontalo, bahas pengelolaan perikanan gurita berkelanjutan di Desa Torosiaje. Foto: JAPESDA
Japesda- Gurita telah menjadi salah satu komoditas penting dalam menopang perekonomian masyarakat di Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Sebelumnya penangkapan gurita oleh nelayan dilakukan tanpa pendataan sehingga tidak diketahui berapa potensi yang dihasilkan oleh nelayan Desa Torosiaje. Namun setelah pendataan dilakukan setiap hari sejak tahun 2021, pendapatan gurita nelayan Torosiaje mencapai 563 juta dan meningkat di tahun 2022 sebesar 1,36 miliar.
Tingkat penghasilan gurita di Torosiaje memang cukup tinggi, namun hal itu juga berpengaruh terhadap populasi gurita di alam liar. Hasil laporan enumerator atau pengumpul data di Desa Torosiaje, menyebutkan bahwa nelayan saat ini memilih mencari gurita lebih jauh di perairan Sulawesi Tengah. Sebabnya gurita di sekitar perairan Torosiaje sudah cukup sulit didapatkan.
Paceklik gurita di sekitar perairan Desa Torosiaje itu terjadi akibat maraknya praktik destructive fishing. Upaya untuk meningkatkan populasi gurita dengan menerapkan aspek konservasi, nelayan Torosiaje bersama masyarakat yang didukung oleh Pemerintah Desa, telah menerapkan pengelolaan dengan model buka tutup sementara lokasi tangkap gurita di dua lokasi, yaitu: Pulau Torosiaje Besar (dengan luas 154 hektare) dan Pulau Torosiaje Kecil (luas 127 hektare).
“Penentuan lokasi buka tutup sementara itu sesuai dengan rekomendasi nelayan di Torosiaje, yang dilakukan secara partisipatif dengan dukungan semua pihak di desa,” kata Direktur JAPESDA, Nurain Lapolo pada acara Focus Group Discussion (FGD) Kemitraan Konservasi Perikanan Berkelanjutan di Provinsi Gorontalo, yang diselenggarakan di Hotel Grand Q, Kota Gorontalo, selasa (01/11/2022).
Sementara itu Andi Rusandi, Ahli Utama Direktorat Konservasi Kehati Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan, pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berlebihan akan berpengaruh terhadap ekosistem yang ada, sehingga langkah konservasi perlu dilakukan.
“Kami dari pusat mendukung upaya pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat di Torosiaje dengan sistem buka tutup wilayah tangkap nelayan ini,” katanya.
Menurutnya dalam melakukan konservasi ia mengatakan bahwa akan ada pembagian zona yang akan dilakukan. Ia menambahkan dalam pembagian zona akan ada wilayah yang dapat dikelola masyarakat yaitu zona perikanan berkelanjutan.
“Bukan berarti di kawasan konservasi tidak bisa dilakukan. Namun kegiatan dilakukan dengan berbasis lingkungan. Jadi bisa menjadi basis dalam pengelolaan lingkungan,” kata Andi.
Hal serupa juga diungkapkan Sutia Budi yang merupakan Tenaga Ahli Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Ia menjelaskan upaya konservasi memiliki target-target capaian, di antaranya ekologi untuk menjamin kesinambungan sumber daya dan jasa ekosistem, termasuk ekonomi dan sosial di dalamnya.
“Sehingga membangun keseimbangan ekosistem dengan menerapkan pemanfaatan berkelanjutan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan,” ujar Budi.
Ruang Laut dan Kekhawatiran Nelayan Torosiaje
Budi juga mengatakan bahwa dalam pengelolaan sumberdaya laut harus mempertimbangkan pengelolaan yang berbasis konservasi atau berkelanjutan. Tentu upaya itu sebagai pengelolaan perikanan dalam jangka panjang termasuk pengelolaan perikanan gurita.
“Jangan sampai apa yang kita lakukan itu berlebihan. Jangan sampai itu tinggal cerita yang diturunkan kepada anak cucu kita,” kata Sutia Budi, yang juga sebagai ketua tim konsultan penyusunan RPZ (Rencana Pengelolaan Zonasi).
Menyoal pembagian ruang laut berdasarkan survei RPZ, wilayah tangkap nelayan gurita Torosiaje dicadangkan dalam kawasan konservasi, di mana 10 persen dari kawasan tersebut dimasukan dalam wilayah zona inti. Menurut Sutia Budi, hal tersebut masih merupakan draft awal yang juga masih memerlukan masukan dari nelayan, apakah ada perubahan lokasi atau tidak.
Menanggapi pembagian zonasi penataan ruang, Kepala Desa Torosiaje, Uten Saerullah mengatakan bahwa mereka menolak dengan pembagian wilayah tangkap yang dimasukan dalam zona inti tersebut, karena pembagian itu dikhawatirkan akan mengganggu pengelolaan perikanan dengan aspek konservasi yang sedang diinisiasi oleh masyarakat Torosiaje.
“Momen pada hari ini bisa memberikan kita edukasi, agar rencana zonasi yang sedang dilakukan bisa sinkron dengan kegiatan-kegiatan kelompok dan sedang diinisiasi oleh masyarakat di desa. Di antaranya membahas tentang pembagian zona-zona konservasi, jadi kita bisa tahu maksud dan tujuan pembagian zona-zona,” katanya.
Uten berharap pemerintah daerah memberikan dukungan kepada masyarakatnya. Ia menganggap upaya yang pengelolaan gurita yang dilakukan masyarakat merupakan hal yang baik dan upaya untuk meningkatkan ekonomi dari transisi masa pandemi.
Sementara itu, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Gorontalo, Hartati Isima mengatakan bahwa pihaknya baru melakukan tahapan survey lokasi dalam rencana perumusan RZWP3K. Menurutnya jika wilayah kelola nelayan Torosiaje masuk dalam zona inti atau menjadi wilayah zonasi RZWP3K tidak akan berpengaruh terhadap aktivitas nelayan. Menurutnya dalam zona inti mengatur pelarangan investor dalam melakukan aktivitas tanpa izin.
“Jadi kami baru melakukan 1 tahapan yaitu mencari tahu dulu seperti apa lokasi tersebut,” kata Hartati.
Upaya pengelolaan dengan aspek konservasi di Torosiaje disambut baik oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Gorontalo, Budiyanto Sidiki. Ia mengatakan upaya yang telah dilakukan JAPESDA bersama masyarakat dan pemerintah Desa Torosiaje dalam melakukan pengelolaan perikanan gurita di Torosiaje cukup menarik. Menurutnya apa yang sudah dilakukan nelayan dan JAPESDA dapat direplikasi oleh pemerintah di daerah lain.
“Jadi bagaimana kita melanjutkan apa yang sudah dilakukan. Karena JAPESDA tidak mungkin selamanya melakukan pendampingan. Ini model yang bagus, pemerintah bisa mereplikasi nantinya,” kata Budiyanto mengapresiasi.
Menurutnya potensi perikanan gurita cukup menjanjikan apalagi tujuannya adalah pasar ekspor. Sehingga perlu untuk menjaga potensi yang besar dalam pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
“In potensi besar. Pasarnya ada, dan kita menjaga bagaimana ini berkelanjutan. Ini model yang bagus sebagai potensi perikanan Gorontalo. Ini kita coba adopsi untuk membuat perencanaan pemerintah,” kata Budiyanto.