
TOROSIAJE – Lamun yang berayun lemah menari pelan mengikuti irama gelombang laut. Namun siapa mengira, lamun justru bisa disebut perisai dalam menghadapi serangan penyakit yang bersumber dari laut. Fungsi lainnya sebagai filtrasi atau penjernihan perairan laut dangkal dengan menyaring debu-debu yang terdapat di permukaan laut. Bukan hanya itu, lamun juga menjadi rumah bagi biota laut yang bernilai ekonomis bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut.
Di awal Agustus 2025, JAPESDA bersama Blue Ventures memfasilitasi nelayan Torosiaje melakukan survey identifikasi ekosistem laut dan pesisir, yakni padang lamun dan ekosistem mangrove. Tujuannya untuk terus mendukung keberlanjutan perikanan skala kecil nelayan di Desa Torosiaje dan juga dalam rangka memperkuat ketahanan pangan masyarakat pesisir.
Torosiaje sendiri merupakan Desa yang santer disebut sebagai desa terapung, berada di Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Desa ini tepat berada di atas Teluk Tomini. Survei yang difasilitasi JAPESDA dan Blue Ventures berfokus pada kualitas pertumbuhan lamun dan spesiesnya. Pendataan lamun mencakup pula pendataan hewan invertebrata yang mendiami hamparan padang lamun, serta spesies ikan yang ditemukan dalam titik sampling lamun.
“Survey ini dititik beratkan pada kemandirian nelayan setempat. Adapun keterlibatan teman-teman enumerator, teman-teman JAPESDA, dan juga teman-teman Blue Ventures pada survei kali ini hanyalah sebatas fasilitator,” terang fasilitator JAPESDA di Torosiaje, Ummul Uffiaturrahman, Sabtu (9/8/2025).
Ummul melanjutkan, nelayan yang dilibatkan juga diberikan buku panduan yang didalamnya berisi materi tentang bagaimana tata cara melakukan survei, jenis-jenis lamun serta fungsi dan manfaatnya, begitu pula dengan hutan mangrove.
“Pembekalan dilakukan pada tanggal 3 Agustus, survei padang lamun dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus, dan pendataan mangrove diselenggarakan pada tanggal 5 Agustus. Identifikasi lamun dan mangrove dilakukan di tiga tempat, yakni di wilayah Bonda, Pulau Torosiaje Besar, dan Pulau Torosiaje Kecil,” imbuhnya.

Pengambilan sampel lamun dilakukan di tiga stasiun yang telah terpasang di wilayah padang lamun Bonda, Torosiaje Besar, dan Torosiaje Kecil. Setiap stasiun memiliki panjang 100 meter dengan lima transek didalamnya. Pemasangan transek dimulai pada bibir pantai hingga menuju laut lepas. Masing-masing transek memiliki jarak 50 meter. Dalam satu transek dipasangi kuadran yang terbuat dari pipa berbentuk kotak sebanyak 11. Masing-masing kuadran berjarak 10 meter. Selain itu, dilakukan pula pengukuran kualitas perairan dengan cara mengambil sampel air pada masing-masing stasiun. Parameter kualitas perairan yang diukur meliputi salinitas, suhu dan Potential Hydrogen (pH).
“Identifikasi lamun dilakukan pada tiga transek, begitu pula dengan invertebrata. Semetara identifikasi spesies ikan dilakukan di lima transek,” pungkasnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas lamun di Pulau Torosiaje Besar dan Bonda masuk pada kategori bagus, sementara kualitas tutupan lamun di Pulau Torosiaje Kecil masih membutuhkan penjagaan. Di tiga tempat ini ditemukan lima spesies lamun. Masing-masing diantaranya: Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Oceana serrulate, Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia, Halophila ovalis.
Selain itu, spesies invertebrata yang ditemukan dalam titik samping monitoring masing-masing: Parasesarma spp, Panggurus spp, Oratosquilla oratoria, Ophiuroidea, Luidia clathrata, Lottia spp, Lambis spp, Holothuria leucospilota, Diadea antillarum, Conus spp, Conus rattus, Conus clarus, Bohadschia graeffei.
Selanjutnya, spesies ikan yang ditemukan antara lain: Trachinocephalus myops, Siganus canaliculatus, Scolopsis lineata, Pentapodus trivittatus, Hologymnosus annulat, Dischistodus perspicill, Dischistodus perspicill, Ctenochaetus striatus, Chysiptera tricincta, Atherinomorus duodec, Abudefdul sexfasciatus.
“Hari ini, kami telah melaksanakan monitoring lamun. Kegiatan selanjutnya penelitian mana lamun yang masih baik, mana yang sudah rusak. Nanti kita perhitungkan. Pertemuan selanjutnya akan dibahas kenapa lamun ini sudah mati, dan bagaimana caranya mereka bisa berkembang,” kata Husein Onte Nelayan juga ketua kelompok Sipakulung di sela-sela pendataan lamun, Senin pagi (4/8/2025).

Ekosistem mangrove
Selain lamun, di hari yang berbeda mereka kembali melakukan monitoring pada ekosistem mangrove. Pendataan mangrove dilakukan di 9 titik. Masing-masing titik memiliki luas dan panjang 50 meter. Selain itu, dilakukan juga pengecekan suhu air, salinitas dan Potential Hydrogen (pH).
Di Desa Torosiaje ditemukan 10 spesies mangrove dengan spesies masing-masing diantaranya: Ceriops tagal, Avicennia alba, Bruguiera x dungarra, Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Cordia subcordata, Xylocarpus granatum, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba. Selain itu, indeks kesehatan ekosistem mangrove bervariasi pada setiap tempat pengambilan sampel, mulai dari 36 persen hingga 64 persen. Dengan demikian, kondisi ekosistem mangrove di Torosiaje masuk pada kategori moderate dengan persentase 100 persen, yang artinya berada di tengah-tengah, tidak buruk tidak juga bagus.
“Setelah survei, kami langsung melihat hasilnya. Ke depan, ini akan menjadi data desa. Sehingga ketika kami mengunjungi tempat lain, atau ada yang berkunjung ke desa ini, kami bisa memperlihatkan kekayaan yang ada di Torosiaje lewat data,” tutup Husein Onte.
Selain itu, temuan penebangan kayu atau cut-wood occurrence di titik pengambilan sampel dengan persentase 9 persen. Angka ini menunjukkan minimnya penebangan kayu di tempat pengambilan data. Sementara, temuan sampah atau garbage coverage di lokasi pendataan secara keseluruhan pada persentase 20.83 persen.
“Ini pengalaman pertama saya ikut mendata lamun dan juga mangrove. Saya belajar banyak tentang ekosistem lamun dan mangrove. Rasa lelah saat pendataan terbayarkan dengan pengalaman-pengalaman baru. Sangat bermanfaat bagi kami nelayan yang hampir setiap hari mencari ikan di laut,” kata Mojitiok, nelayan di Torosiaje.
Selanjutnya, hasil survei akan menjadi rujukan dalam mendorong perikanan skala kecil berkelanjutan di Desa Torosiaje, serta memupuk kemandirian masyarakat dalam menjaga ekosistem lamun dan mangrove.*
Pingback: Enam Spesies Lamun Berhasil Ditemukan di Torosiaje - Jaring Nusa KTI