Perkumpulan Japesda

Udang Dipanen, Lamun Menghilang Perlahan: Indikasi Kerusakan Ekosistem Laut Uwedikan

Nelayan di Desa Uwedikan, Kecamatan Luwuk Timur, Sulawesi Tengah sedang mendata padang lamun. Foto: Ummul/Japesda.

UWEDIKAN – Hadirnya pabrik tambak udang di tengah-tengah perairan Desa Uwedikan Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng) disinyalir melahirkan masalah baru pada ekosistem perairan bahari. Pasalnya, saat melakukan pendataan lamun dan  mangrove nelayan melihat ada indikasi kerusakan ekosistem pesisir setelah pabrik beroperasi.

“Dulu, lamun di tempat ini banyak, daunnya panjang-panjang. Tapi, setelah ada tambak, jadi seperti ini, rusak,” Kata Saman Tose saat melakukan pendataan ekosistem padang lamun di perairan Uwedikan.

Saman Tose (56) merupakan warga di Desa Uwedikan yang sudah puluhan tahun menjadi nelayan.  Sepanjang hidupnya dihabiskan di laut. Kedekatanya dengan laut begitu erat sehingga sangat mudah baginya mendeteksi adanya kerusakan ekosistem di laut termasuk yang terjadi pada hamparan padang lamun dan juga mangrove.

Kerusakan ekosistem laut menjadi masalah serius yang berdampak pada kehidupan masyarakat pesisir, ekonomi dan lingkungan secara global. Jika hal ini dibiarkan terus menerus puluhan tahun tanpa ada upaya pemilihan, lamun tak lagi tumbuh, ekosistem pun akan terganggu. Nelayan akan semakin kesulitan mendapatkan ikan saat melaut.

Banyak yang beranggapan bahwa lamun adalah rumput laut. Namun, sangat sedikit yang mengetahui bahwa lamun adalah tanaman laut berbunga yang tumbuh di perairan dangkal di sepanjang pantai, terutama di daerah pasang surut dan dapat beradaptasi dengan lingkungan laut yang memiliki salinitas tinggi.

Selain itu, lamun juga merupakan tumbuhan berbunga sejati atau Angiospermae yang berbeda dengan rumput laut atau yang kita kenal dengan alga atau Kingdom protista. Lamun memiliki akar, rimpang, daun, bunga, dan buah seperti tumbuhan darat, tetapi dapat hidup terbenam di dalam air. 

Keberadaan ekosistem padang lamun juga penting dalam segi ekonomi dan ekologis. Lamun tumbuh berkerumunan dan membentuk padang lamun, yang merupakan habitat, makanan, dan perlindungan bagi berbagai makhluk laut, seperti ikan, udang, kepiting, kerang, penyu, dugong, dan lain-lain. 

Fungsi ekologis, lamun berperan seperti sebagai produsen primer, siklus karbon dan nitrogen, stabilisasi sedimen. Sebagai produsen primer, lamun dapat menghasilkan oksigen dan bahan organik melalui fotosintesis. Sebagai siklus karbon dan nitrogen, lamun dapat menyerap karbon dioksida dan nitrogen dari air dan mengubahnya menjadi senyawa organik. 

Tidak hanya itu lamun juga berfungsi sebagai stabilisasi sedimen yang dapat menahan sedimen dengan akar dan rimpangnya, serta mengurangi kecepatan arus dan gelombang dengan daunnya.

Ujian Nelayan Gurita

Gurita hidup di pasang surut hingga kedalaman 5.000 meter dengan habitat mulai dari terumbu karang, padang lamun, perairan terbuka hingga perairan terdalam. Gurita juta merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki harga jual tinggi karena kandungan gizinya, serta memainkan peran penting di antara hewan laut lainnya.

Setiap daerah memiliki karakteristik perairan dan lingkungan yang berbeda. Kondisi lingkungan yang buruk dapat mengurangi populasi gurita dan mempengaruhi habitat gurita sehingga memaksa gurita bermigrasi ke tempat lain. Sementara itu, kualitas air yang baik dan lingkungan ekosistem yang mendukung sangat menentukan habitat yang sesuai bagi gurita.

Indikasi dugaan kerusakan pada ekosistem padang lamun yang juga memiliki keterkaitan dengan hasil tangkapan nelayan gurita di Desa Uwedikan yang mengalami penurunan pada bulan September hingga Oktober 2025.

Ada 13 ancaman pada padang lamun yang dipublikasikan melalui jurnal penelitian tahun 2024 oleh direktorat kajian strategis dan reputasi akademik Universitas IPB. Yaitu: pemukiman pesisir, limbah domestik dan plastik, peternakan, industri, deforestasi, pertanian, limbah aktivitas di hulu sungai atau daratan, galian pasir dan reklamasi, pembangunan resort dan hotel di pesisir, budidaya rumput laut, tumpahan minyak, penambatan jangkar di lamun, dan penggunaan pukat atau alat tangkap ikan tidak ramah lingkungan. Banyaknya ancaman tersebut harus menjadi catatan penting untuk pelestarian padang lamun.

Berdasarkan pengakuan Saman, semakin memperkuat dugaan adanya kerusakan pada ekosistem padang lamun dan juga  ekosistem mangrove akibat limbah aktivitas di hulu sungai dan daratan akibat beroperasinya pabrik tambak udang milik Warga Negara Asing (WNA). Sekalipun sudah mengantongi izin, tidak dapat dipungkiri keberadaan pabrik tambak udang di Desa Uwedikan bisa jadi salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan ekosistem laut dan berkurangnya hasil tangkapan nelayan gurita. Nelayan gurita di Uwedikan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan tidak merusak.

Dilansir dari Radar Sultim, pada bulan September  tahun 2022 ratusan bahkan ribuan ikan ditemukan mengambang diatas permukaan air jalur pembuangan limbah  tambak udang.

Matinya ikan-ikan tersebut diduga kuat disebabkan oleh limbah yang langsung disalurkan ke dalam air.

Selain itu, perusahan tambak tersebut  milik PT Gunung Lautan Mas yang telah beroperasi sejak tahun 2019 itu mengantongi izin pembuangan limbah cair termasuk ke area laut yang masuk dalam kawasan perizinan perusahan.

Nelayan gurita juga terkena imbasnya. Pasalnya, setelah dilakukan penutupan pada area tangkap gurita dari bulan Juli hingga September 2025 setelah dibuka tidak ada satupun gurita yang berhasil ditangkap oleh nelayan.

Fasilitator Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (JAPESDA), Indhira Faramita Moha pada bulan Agustus 2025 mengungkapkan, bahwa dirinya menerima laporan dari salah seorang nelayan bahwa ada temuan tumpahan minyak di dalam area tangkap gurita. Namun, Indhira belum mengetahui dari mana minyak itu berasal.

“Saya tidak bisa pastikan apakah tumpahan minyak itu berasal dari pabrik tambak udang, atau tumpahan BBM dari nelayan,  tapi lokasinya tidak jauh dari tambak,” terang Indihira.

Sebagai upaya menjaga ekosistem laut, sebanyak  tujuh orang nelayan enam diantaranya merupakan nelayan laki-laki dan satu orang perempuan nelayan turut terlibat dalam melakukan pendataan ekosistem padang lamun dan juga mangrove yang difasilitasi oleh Japesda dan Blue Ventures.

“Yang melakukan pendataan itu total sebanyak 13 orang. Tujuh orang nelayan, sisanya staf japesda, dan enumerator. Tujuan kami adalah untuk memastikan kesehatan lamun, dan juga mangrove,” jelas Indhira.

Pendataan lamun dilakukan di perairan Pulau Panjang, Balean, dan Bubutian. Di tiga pulau itu spesies lamun yang ditemukan adalah Sonneratia, Rhizophora, Avicennia alba, Rhizophora Mucronata. Survei lamun pun tidak mudah dilakukan. Pasalnya lokasi pengambilan titik samping berdekatan dengan muara.

“Kami juga was-was takut diterkam buaya muara saat memasang tali transek sejauh 100 meter dari bibir pantai menuju laut lepas. Untuk pendataan lamun, ikan dan hewan vertebrata pada setiap lokasi, 3 transek dengan panjang 100 meter dan lebar 100 meter untuk lamun, sementara untuk pendataan ikan kami pasang 5 transek dengan jarak yang sama,” jelas Indhira.

Selain itu, kedalaman air laut juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi Indhira, Saman dan tim. Pasalanya total kedalaman air bervariasi ada mulai dari satu meter hingga dua sampai tiga meter. Selain itu, kondisi air laut yang keruh juga membuat jarak pandang terbatas. 

Sebelum melakukan pendataan, mereka lebih dulu memasang tali transek,lalu kemudian mengukur suhu air, Potential of Hydrogen (pH), dan Salinitas.

“Kita pastikan panjang kanopi, sebaran epifit, lalu kita juga lihat sedimenya, termasuk juga invertebrata di dalamnya. Jadi pendataan kali ini kami tidak menyisir semua padang lamun atau mangrove, kami hanya mendata pada titik yang sudah kami sepakati sebelumnya,” pungkasnya.

Bukan hanya padang lamun yang terindikasi mengalami kerusakan, tetapi juga berimbas pada keroposnya akar mangrove. Indhira menekankan untuk memastikan penyebab pasti adanya kerusakan pada ekosistem padang lamun dan mangrove diperlukan adanya riset mendalam dengan melibatkan pihak-pihak yang ahli dibidangnya. Hal ini sudah tentu membutuhkan perhatian pemerintah daerah.*

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *