
KADODA – Kegiatan pemboman ikan masih marak terjadi di Desa Kadoda, Sulawesi Tengah. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak ini dilakukan tak jauh dari pemukiman serta area konservasi gurita. Selain merusak gugusan terumbu karang, aktivitas ini juga merugikan nelayan penangkap gurita.
Di berbagai pesisir Indonesia, gurita bukan hanya menjadi sumber penghidupan, tetapi juga komoditas ekspor perikanan penting yang ditangkap dengan cara-cara tradisional dan ramah lingkungan. Berbeda dari praktik tangkap yang merusak, nelayan gurita di Desa Kadoda menggunakan alat sederhana yang tidak mengganggu habitat laut, terutama ekosistem terumbu karang yang rentan.
Dalam lima tahun terakhir, Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (JAPESDA) mendorong nelayan skala kecil, khususnya nelayan gurita di Desa Kadoda, Kecamatan Talatako, Tojo Una-una, Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah. Upaya ini tak sekadar soal peningkatan hasil tangkapan, tapi juga menanamkan kemandirian dan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Pada bulan Juli 2025 nelayan penangkap gurita menghadapi situasi serius. Bukan hanya perubahan iklim dan rantai pasok gurita yang menjadi tantangan, tetapi juga aktivitas nelayan lain yang menggunakan bom atau potassium.
Fasilitator di Desa Kadoda, Titania Aminullah menjelaskan, penggunaan bahan peledak ini tidak hanya merusak gugusan terumbu karang yang menjadi rumah bagi spesies cerdas yang memiliki 8 lengan ini tetapi juga berpotensi terjadi konflik antar nelayan.
“Banyak keluhan dari teman-teman nelayan soal penggunaan bom ikan ini, apalagi dilakukan dalam area tutupan gurita, itu terjadi pada bulan Juli kemarin,” papar Titania.

Titania melanjutkan, awalnya pemboman dilakukan tak jauh dari lokasi penutupan, hanya berjarak beberapa meter. Selang beberapa hari kemudian penggunaan bahan peledak kembali dilakukan di dalam kawasan penutupan area tangkap gurita. Hal ini membuat nelayan gurita semakin gusar.
“Meraka (nelayan gurita) sadar bahwa bom ikan merusak ekosistem terumbu karang, terumbu karang rusak gurita juga tidak akan ada, ini akan mempengaruhi pendapatan mereka,” timpalnya.
Sudah ada upaya untuk mencegah maraknya penggunaan bom ikan, salah satunya dengan mengambil langkah membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas Perikanan (Pokmaswas). Namun, hingga saat ini Pokmaswas belum bisa mengatasi bom ikan yang membuat resah nelayan gurita.
“Kami rutin melakukan patroli di dalam kawasan tutupan gurita. Tetapi, untuk kasus bom ikan, sampai saat ini Pokmaswas belum bisa atasi.” pungkasnya.
Menanggapi meningkatnya aktivitas pengeboman ikan yang marak terjadi di kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT), termasuk di wilayah Desa Kadoda, Kepala Balai TNKT, Abdul Rajab, mengajak masyarakat untuk berani bertindak. Ia menegaskan pentingnya peran warga dalam menjaga kelestarian laut dengan tidak ragu melaporkan setiap praktik merusak tersebut.
“Bapak Ibu tidak sendiri dalam hal ini. Jika melihat ada yang melakukan bom ikan, segera laporkan. Kami siap menindaklanjuti,” tegas Abdul Rajab pada kegiatan MoU PKS antara balai TNKT dengan Kelompok konservasi Kogito yang fasilitasi oleh JAPESDA. *