Japesda

Penutupan Sementara Lokasi Tangkap Gurita Torosiaje, Apa Saja Tantangannya?

Tim patroli pengawasan melakukan pemasangan kembali pelampung tanda larangan di lokasi penutupan sementara di Pulau Torosiaje Kecil dan Besar, Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Foto: Jalipati Tuheteru

Sudah masuk bulan ke tiga, lokasi tangkap gurita di Desa Torosiaje, Kabupaten, Pohuwato, Provinsi Gorontalo ditutup sementara. Dimulai sejak 8 oktober 2022 lalu, dua lokasi di sekitar perairan Pulau Torosiaje Besar dan Torosiaje Kecil di tutup dan jiga ketat oleh nelayan.

Selama pemberlakuan penutupan sementara, kelompok Sipakullong dan nelayan lokal Desa Torosiaje aktif melakukan patroli. Penjagaan yang dilakukan itu untuk mencegah terjadinya hal-hal yang melanggar kesepakatan kelompok Sipakulong dan Nelayan Desa Torosiaje selama penutupan lokasi tangkap gurita berlangsung.

281 hektar luas perairan di sekitar Pulau Torosiaje Besar dan Kecil tidak dapat lagi di lakukan aktivitas penangkapan gurita. Hanya untuk 3 bulan penutupan. Kegiatan itu dimaksudkan untuk memberikan waktu gurita menjadi dewasa dan berkembang biak. Sehingga keberlangsungan hidup gurita terjaga dan memberikan dampak ekonomi bagi nelayan gurita.

Nah, apa saja tantangan yang dihadapi nelayan selama penutupan berlangsung?

Faktor alam menjadi kendala utama nelayan melakukan pemantauan. Menurut Halik Mappa kondisi cuaca yang tidak menentu akhir-akhir ini menyebabkan terhambatnya pemantauan yang mereka lakukan.

“Apalagi ini musim (angin muson) barat kan, jadi kadang-kadang kita menunda pemantauan,” kata Halik yang juga ketua kelompok Sipakullong.

Sebab, pada musim muson barat dapat membahayakan keselamatan nelayan, sehingga pertimbangan keselamatan menjadi yang paling utama diprioritaskan. Namun kata Halik, pemantauan tetap akan dijalankan, tentunya menunggu cuaca membaik.

Angin barat juga dikenal sebagai musim jangka oleh masyarakat Desa Torosiaje. Dari berbagai pengalaman nelayan Torosiaje pada musim ini menimbulkan banyak tregedi, baik kecelakaan nelayan yang berujung merenggut nyawa.

Musim angin muson barat terjadi antara bulan oktober hingga april. Kondisi itu pun menyebabkan gelombang arus air laut menjadi cukup kencang. Akibatnya, kata Halik menyebabkan sebagian pelampung tanda larangan yang dipasang lepas dan hanyut terbawa arus.

 “Beberapa pelampung hilang. Jadi hari ini kami memasang ulang tanda larangan yang hanyut sekaligus melakukan pemantauan,” kata Halik saat melakukan patroli di wilayah yang ditutup sementara.

Walaupun penjagaan serta tanda larangan masih terpasang di lokasi penutupan, namun masih saja ada nelayan yang melakukan pelanggaran. Jalipati Tuheteru mengatakan, pada 29 november lau tim patroli mendapati 1 nelayan yang melakukan aktivitas menangkap gurita.

“Pada saat itu nelayan baru mau menurunkan alat tangkap” kata Jalipati Tuheteru yang juga pendamping desa dan anggota Jaring Advokasi Pengelolaan Sumberdaya Alam (JAPESDA) yang melakukan kegiatan pengelolaan perikanan gurita di Desa Torosiaje.

Jalipati mengatakan bahwa, pelanggaran itu dilakukan oleh nelayan luar Desa Torosiaje. Menurut pengakuannya nelayan itu tidak mengetahui informasi penutupan dan kali pertama ia mencoba menangkap gurita di lokasi tersebut. Tim patroli pun memberitahukan tentang penutupan sementra dan mengimbau agar nelayan berpindah lokasi.

“Dikasih arahan, kalau bisa jangan dulu melakukan penangkapan disini dulu, karena disini dilakukan penutupan sementara.” Kata Jalipati.

Selain pada 29 oktober, tim patroli juga menemukan pelanggaran pada 1 oktober. Kali ini pelanggaran bukan dilakukan oleh nelayan luar desa, pelanggaran dilakukan oleh nelayan Desa Torosiaje.

“Sudah dipastikan itu pelanggaran, kemudian saya berkoordinasi dengan pemerintah desa dan pemerintah desa memberikan surat panggilan,” sebut Jalipati setelah memastikan bahwa nelayan dalam desa itu terbukti melakukan pelanggaran.

Jalipati menjelaskan, pemanggilan dilakukan pemerintah desa berkoordinasi dengan pihak Kepolisian, Babinsa, staf lapangan JAPESDA dan kelompok Sipakullong. Nelayan pelanggar diberikan pembinaan dan peringatan pertama. Memang pada surat panggilan pertama, sesuai dengan kesepakatan nelayan belum ada sanksi denda yang diberikan.

“Pelanggar tahu lokasi itu ditutup. Namun menurut keterangannya bahwa dia baru saja tiba dari Pulau Lelayo yang berada di antara perbatasan Gorontalo dan Sulawesi Tengah, beliau melihat ada banyak nelayan yang melakukan aktifitas di dalam kawasan (penutupan sementara). Sehingga pikirnya lokasi sudah dibuka,” terang Jalipati.

Ia menambahkan, jika pelanggaran terulang maka ada sanksi denda yang akan diberikan, dengan besaran 1,250.000.Tentu sanksi pelanggaran pada penutupan sudah diatur dalam peraturan desa Torosiaje dan sudah diberlakukan per 2 september 2022.

“Kegiatan ini sudah ada peraturan desanya yang diketahui oleh pemerintah provinsi, kabupaten hingga kecamatan,” tutup Jalipati.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *