Outdoor Adventure

Tabungan Laut Melimpah di Tengah Ancaman Perubahan Iklim di Desa Torosiaje

Torosiaje – Seperti yang sudah-sudah, hari pembukaan penutupan sementara lokasi tangkap gurita, adalah saat di mana pesta kecil di lautan akan dirayakan bersama. Nelayan Desa Torosiaje bersuka ria, menabung selama 90 hari, membuat mereka tak sabar untuk segera memanen hasil dari kesabaran mereka untuk menunggu.

Setelah prosesi adat Tiba Pina dilakukan, beberapa nelayan melakukan aksi seremonial pencabutan tanda larangan, sebagai tanda jika lokasi sudah bisa dilakukan penangkapan.

Memasuki pertengahan tahun 2025, Kelompok Nelayan Sipakullong di Desa Torosiaje sudah melakukan penutupan sebanyak dua kali. Penutupan dengan rentang waktu Maret hingga Juni ini adalah yang kedua kalinya. Tepat di hari Minggu, 15 Juni 2025, menjadi hari yang dipilih untuk melakukan pembukaan.

Wajah ceria nelayan beradu dengan mentari yang bersinar terik pagi itu, angin bertiup kencang, ombak menggoyang badan perahu, dan di kedalaman di bawah sana, terlihat jelas arus yang cukup kencang menunggu nelayan untuk bersalaman.

Hasil tangkapan nelayan di hari pertama pembukaan. Minggu, (15/06). Foto oleh: Jalipata.

Belakangan, cuaca yang tidak menentu menjadi salah satu ancaman untuk nelayan di Desa Torosiaje, mereka sudah tidak bisa lagi menentukan ke mana arah cuaca akan beralih. Kadang kala angin bertiup dari arah utara, tiba-tiba berpindah dari arah barat, kadang pula panas, tiba-tiba saja terjadi hujan deras.

“Biasanya dalam satu hari bisa berganti 2 sampai 3 musim angin. Seperti pagi hari terjadi angin utara, siang angin barat, maupun menjelang sore bisa angin timur atau selatan,” ujar Husain Onte, Husain adalah anggota Kelompok Sipakullong.

Menurut Husain, musim adalah tantangan yang harus dimaklumi oleh nelayan, karena mereka harus memikirkan mengenai keselamatan dan jumlah tangkapan di saat yang bersamaan.

Husain juga menambahkan, perubahan cuaca ini menjadi salah satu penyebab kurangnya tangkapan mereka, karena biasanya perubahan angin yang terjadi di permukaan laut, berakibat pada derasnya arus di bawah laut, sehingga nelayan mengalami kesulitan ketika melaut.

“Tadi sebelum turun kami berdoa bersama, memohon agar pembukaan kali ini memberikan hasil yang baik untuk nelayan,” lanjutnya.

Walaupun menjadi salah satu pertimbangan, tentu saja hal ini tidak menyurutkan semangat para nelayan dan anggota Kelompok Sipakullong, hal ini dapat dilihat dari banyaknya nelayan yang berbondong-bondong turun ke dua lokasi yang sebelumnya telah dipilih sebagai tempat penutupan sementara; Torosiaje Kecil dan Torosiaje Besar.

Jika dihitung dengan hitungan kasar, nelayan yang turun hari itu hampir mencapai 70 orang dengan kisaran perahu 50 buah.

Pembelian dan pendataan gurita langsung di

“Jumlah nelayan pada pembukaan kali ini cukup banyak, jika dibandingkan dengan jumlah nelayan pada pembukaan-pembukaan sebelumnya,” ujar Ajis Dasire, seorang nelayan gurita yang juga ikut turun meramaikan pembukaan kedua di tahun ini.

Banyaknya jumlah nelayan yang turun ke lokasi pembukaan, berbanding lurus dengan banyaknya tangkapan mereka di hari yang sama.

Hal ini didukung dengan pengakuan Ipin Mutama, seorang pengepul di Desa Torosiaje, Ipin memberikan contoh hasil tangkapan milik Yusman, seorang nelayan gurita dari Dusun Sengkang yang turun menangkap gurita sejak pagi hingga siang, “hasil tangkapannya mencapai harga Rp750.000, ini tergolong besar dibandingkan tangkapan-tangkapan sebelumnya.”

Dari pendataan enumerator desa dan fasilitator Japesda, tercatat bobot tangkapan nelayan di hari pertama pembukaan mencapai angka 238.60 Kg. Semua tangkapan ini, didata dari tujuh pengepul yang tersebar di empat Dusun Torosiaje.**

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *