Japesda- Sampah menjadi ancaman nyata bagi manusia, mengapa tidak? Tumpukan sampah yang diproduksi berton-ton per harinya akan berada pada batas maximum dan membahayakan kelangsungan hidup mahluk hidup. Seperti di Gorontalo misalnya, dari catatan gorontalo.tribunnews.com yang diterbitkan Februari 2024, mencatat bahwa tempat pembuangan akhir atau TPA Talumelito yang berada di Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo hanya mampu menampung sampah dalam jangka delapan bulan kedepan.
Hal ini dikarenakan produksi sampah yang datang ke TPA menjadi semakin meningkat perharinya, dikutip dari Mongabay.com tercatat produksi sampah yang masuk ke TPA Region Talumetilo mencapai 140 ton per hari dan hanya mampu diangkut sebanyak 70 ton oleh DLH, laporan ini ditulis pada Juli 2022. 70 ton yang diangkut setiap hari ini terbukti sejauh ini belum dikelola dengan baik sehingga ketika melewati jalan Gorontalo Outer Ring Road (GORR) dari kejauhan dapat tercium aroma menusuk dari timbunan sampah yang telah menggunung.
Timbunan sampah yang menggunung akan memproduksi gas metana secara terus menerus dan dapat mengakibatkan ledakan hingga kebakaran di area TPA, hal ini pernah beberapa kali terjadi di Indonesia salah satunya terjadi di TPA Sumompo di daerah Tuminting, Manado, Sulawesi Utara pada Oktober 2023. Bahkan ledakan terparah pernah terjadi di TPA Leuwigajah Februari tahun 2005 yang mengubur permukiman warga. Tak hanya ledakan dan kebakaran akibat produksi metana, pencemaran udara juga menjadi salah satu ancaman di mana hal ini dapat mengakibatkan gangguan pernafasan.
Sejauh ini cara yang paling sering dilakukan adalah dengan merehabilitasi TPA dengan cara landfill mining. Cara ini mampu untuk mengestrak ulang gas metana dan memberikan umur yang lebih panjang untuk TPA, namun menurut Ain Lapolo hal paling mudah dilakukan sebagai langkah awal adalah, “memilah sampah adalah selemah-lemahnya iman yang dapat dilakukan masyarakat, sehingga memudahkan proses recycle sampah.”
Hal yang sama juga dilakukan di Desa Uwedikan, Luwuk Timur, Banggai, Sulawesi Tengah. Kelompok nelayan bersama warga setempat sudah mulai dibiasakan memilah sampah-sampah dan dikelompokkan masing-masing organik dan non organik. Tak hanya memilah sampah warga juga mulai mengumpulkan sampah yang telah dipilah dan dengan kesepakatan bersama akan dijual kepada pengepul sampah.
“Japesda di sini hanya membantu mencarikan orang yang akan membayar tumpukan sampah yang telah dikumpulkan. Selebihnya ini adalah inisiatif dan kesepakatan bersama warga setempat,” ucap Al-Aziz Masiri selaku pendamping desa Uwedikan.
Anwar Pinios selaku anggota kelompok dan nelayan di desa Uwedikan mengaku sangat antusias melakukan kegitan ini. Anwar mengaku sebelum ada kegiatan ini mereka terbiasa membuang sampah ke laut, “sekarang kami mulai terbiasa memilah sampah, selain mendapatkan upah hal ini juga berdampak baik bagi lingkungan,” ujar Anwar. **